NEW CRITICISM
New Criticism
(Kritik Sastra Baru) muncul untuk pertama kalinya pada tahun 1920-an
dan terus berkembang sampai dengan tahun 1960-an. Robert Penn Warren,
Alan Tate, Cleanth Brooks, W.K. Wimsatt, Jhon Crowe Ransom, dan Monroe
Breadsley adalah sedikit nama dari banyak nama yang merupakan
tokoh-tokoh dari teori kritik sastra ini.
Pada mulanya, New
Criticism muncul sebagai reaksi terhadap teori kritik sejarah sastra dan
kritik sastra biografi yang terlalu menempatkan unsur-unsur ekstrinsik
dari karya sastra, seperti sejarah dari satu karya sastra atau biografi
seorang pengarang, sebagai sesuatu yang penting dalam menganalisis karya
sastra, tanpa pernah masuk ke dalam unsur-unsur intrinsik satu karya
sastra itu sendiri. New Criticism, berusaha membalik semua itu dengan
menempatkan unsur-unsur intrinsik karya sastra sebagai objek penting
dalam praktek analisis sastra. Bagi New Criticism,
sastra merupakan satu kesatuan yang telah selesai, sebuah gejala
estetika yang pada saat penyelesaiannya meninggalkan syarat-syarat
subyektifnya, dan hanya dengan menganalisa susunan dan organisasi sebuah
karya sastra, dapat diperlihatkan karya seni itu menurut arti yang
sesungguhnya.
New Criticism
menitikberatkan perhatian mereka pada unsur intrinsik karya sastra,
tanpa memperhatikan unsur-unsur ekstrinsik, dan juga tanpa memperhatikan
biografi penulisnya. Sastra, dalam pandangan New Criticism, merupakan satu figur spesial, satu objek swadaya (self-sufficient)
yang sama solidnya dan bersifat material seperti jambangan atau ikon.
Ia adalah sesuatu yang otonomon, mandiri dan berdiri sendiri, serta
tidak tergantung pada unsur-unsur lain di luar sastra itu sendiri. Oleh
karena itu, sastra, menurut New Criticism,
harus menjadi objek dalam dirinya sendiri, ia harus memisahkan diri
dari pengarang maupun pembaca. Pendekatan semacam itu membuat New
Criticism dikenal sebagai pendekatan yang memiliki sifat ergosentrik.
Pendekatan bersifat ergosentrik merupakan pendekatan yang mengarahkan
perhatian kepada karya sastra sendiri (ergosentris), lepas dari
pengarung pengarangnya (intentional fallacy), riwayat terjadinya serta pendapat pembaca (affective fallacy) dan kaum kritisi (herey of paraphrase).
Sastra, menurut New Criticism,
merupakan sesuatu yang dibentuk dengan baik sehingga tak ada satu pun
bagiannya yang dapat dihilangkan atau diganti. Ia merupakan satu
kesatuan organik yang kompleks dan unik di mana makna harus dicari dalam
sintaksis dan semantiknya dengan sarana dan bekal pengetahuan
kebahasaan dan kesastraan. Dalam menghadapi karya sastra yang tersedia
bagi New Criticism hanya meaning,
makna karya itu, dan hanya itulah yang dapat dipahami dan dikupasnya,
tanpa jalan lain untuk mengikutsertakan niat atau maksud pengarang (intentional fallacy)
karena pengetahuan mengenai riwayat hidup atau pendirian penulis, juga
dalam penciptaan karyanya, tersebut tidak membantu untuk memahami karya
itu dengan lebih baik, bahkan sering mengelirukan.
New Criticism
berpendapat bahwa dalam melakukan pendekatan atau analisis terhadap
karya sastra yang diperlukan ialah pendekatan intrinsik yang menekankan
struktur karya sastra sendiri. Berdasarkan paradigma ini, maka New Criticism pun
menolak emosi atau afeksi, sikap keterharuan pembaca sebagai kriteria
atau jalan untuk memahami karya dengan lebih tepat. Menurut mereka,
jurang antara emosi pembaca dan makna karya tidak dapat dijembati oleh
pengkritik sastra dengan alat yang diberikan kepadanya, yaitu teks karya
itu sendiri. Yang ada dan yang tinggal bagi pengkritik sastra hanya
kata-kata karya. Jadi, kesan pembaca (affective fallacy) terhadap satu
teks sastra pun ditolak karena dianggap dapat menyebabkan kesesatan
dalam melakukan analisis.
Untuk itu, New Criticism
menyarankan bahwa dalam mendekati atau menganalisis karya sastra yang
harus dilakukan pertama kali adalah dengan melakukan pembacaan secara
mikroskopik terhadap karya sastra. Metode pembacaan ini dikenal dengan
istilah close reading. Close reading
merupakan metode pembacaan terhadap karya sastra yang berusaha
mencermati karya sastra dengan teliti dan mendetail. Ini bertujuan agar
tak ada satu pun bagian dari karya sastra yang sedang diamati terlepas
dari pengamatan, sebab semua bagian dalam karya sastra, sekecil apa pun
bagian tersebut, merupakan bagian yang tidak mungkin dipisahkan.
Pembacaan secara close reading membuat karya sastra menjadi hidup, menjadi konkret (concret)
dalam benak pembaca. Selain itu, pembacaan dengan metode ini membuat
analisis menemukan tekanannya pada kerja yang bersifat empirik, karena
ia melakukan observasi langsung terhadap teks dan bukan hal-hal di luar
teks. Oleh sebab itu, New Criticism
juga mengandaikan adanya empirisme dan konkretisasi dalam melakukan
pendekatannya atau kerja analisisnya terhadap satu karya sastra.
Bagi New Criticism,
metode pembacaan secara close reading ini bertujuan untuk menemukan
atau menggali struktur karya sastra yang terdiri dari ambiguitas,
paradoks, dan ironi. Menurut New Criticism,
struktur karya sastra adalah struktur dalam tatarannya yang individual.
Ia bukanlah 'bentuk' dalam pengertian konvensional di mana bentuk
diartikan sebagai amplop yang memuat 'isi'. Ia jelas berada di mana-mana
dan terkondisi oleh sifat materi yang ada dalam puisi. Sifat materi
menentukan masalah yang perlu dipecahkan, dan pemecahannya ialah
penyusunan materi itu.
Struktur, dalam pandangan New Criticism,
adalah struktur makna, evaluasi, dan penafsiran; dan prinsip kesatuan
yang menjelaskan kelihatan merupakan prinsip menyeimbangkan dan
mengharmoniskan konotasi, sikap, dan makna. Dan ia menyatukan hal-hal
yang sama dengan hal-hal yang berbeda. Namun, ia tidak menyatukannya
dengan suatu proses sederhana yang memungkinkan satu konotasi
menghapuskan konotasi lainnya; demikian pula ia tidak mengurangi
sikap-sikap yang bertentangan menjadi harmoni melalui proses
pengurangan. Struktur tersebut merupakan kesatuan yang positif, tidak
negatif; ia tidak merupakan sisa, melainkan suatu harmoni yang dapat
diperoleh. Konsep inilah yang menggabungkan kesatuan dan keberagaman
yang mengantar New Criticism
pada penggunaan yang terbiasa dalam mengkritik istilah-istilah seperti
'ambiguitas', 'paradoks', 'kompleksitas sikap', dan khususnya 'ironi'.
Menurut New Criticism,
makna karya sastra bukanlah makna denotasi tapi makna konotasi, karena
bahasa sastra berbeda dengan bahasa sains atau bahasa pada umumnya.
Bahasa sastra tidak menunjuk langsung, tapi mengandaikan. Pengandaian
ini membuat makna karya sastra menjadi sangat luas dan bebas. Oleh
karena itu, makna karya sastra adalah makna yang ambigu. Kecenderungan
adanya ambiguitas makna ini membuat karya sastra berada pada
ketegangan-ketegangan. Ketegangan-ketegangan ini menciptakan sifat
paradoks dalam karya sastra. Secara umum, paradoks dapat dipahami
sebagai gaya bahasa yang mengandung pertentangan yang nyata dengan
fakta-fakta yang ada. Paradoks ini menghadirkan gambaran kompleksitas
sikap dari karya sastra, juga melahirkan ironi.
Dalam ironi,
segala sesuatunya bermakna berlawanan dengan makna sesungguhnya. Ironi
ini banyak bentuknya, ada ironi verbal yang merupakan lawan atau
kenalikan dari apa yang diucapkan dan apa yang dimaksud sesungguhnya.
Ada ironi dramatik yang merupakan lawan atau kebalikan dari apa yang
diketahui tokoh dalam satu karya sastra dan apa yang diketahui oleh
pembaca. Dan yang terakhir ada ironi situasi yang merupakan lawan atau
kebalikan antara harapan atau prasangka dan hasil dari harapan atau
prasangka tersebut.
Untuk menciptakan ambiguitas, paradoks, ironi dan kompleksitas sikap tersebut, karya sastra, menurut New Criticism,
senantiasa menggunakan bahasa kiasan, baik apakah itu berupa metafora,
yang merupakan perbandingan antara satu objek dengan objek lainnya tanpa
penggunaan kata pembanding, ataupun simile, yang merupakan pembadingan
antara objek satu dengan lainnya dengan menggunakan kata-kata
pembanding. Keberadaan bahasa kiasan ini pula yang membuat makna dari
satu karya sastra senantiasa bersifat konotasi bukan denotasi.
Melihat kerja dari New Criticism tersebut, maka tidak mengherankan apabila New Criticism
menganggap bahwa dalam karya sastra antara bentuk dan isi merupakan
satu kesatuan yang bulat. Dan setiap bentuk yang ada pada karya sastra
senantiasa tunduk pada makna. Karena itu, bagi New Criticism,
adalah penting untuk mencari makna dari satu karya sastra sebab dengan
menemukan makna dari satu karya sastra, bentuk dari satu karya sastra
tersebut juga dapat dikenali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar